Views: 1492
Suara dari Pasar Sentral Bintuni: Antara Kios yang Tertutup Hilux dan Harapan pada Terminal Baru
BINTUNI – Suara riuh terdengar dari Pasar Sentral Bintuni. Di antara kios pakaian dengan gantungan baju berwarna-warni, aroma tembakau dari sudut penjual rokok, hingga deru mesin cukur di lapak pangkas rambut sederhana sampai lapak pedagang pulsa dan warung makan serta penjual sembako dan kaca mata dan arloji ada keluhan yang kerap terucap lirih namun penuh rasa jengkel: kios atau los tempat pedagang berjualan sering tertutup kendaraan angkutan umum Hilux yang parkir di depan kios mereka.
“Bagaimana mau jualan kalau depan meja sudah penuh mobil yang berjejer? Orang yang mau beli juga malas singgah,” ungkap seorang pedagang pakaian sambil melipat dagangannya. Keluhan semacam ini bukan sekali dua kali terdengar, melainkan sudah menjadi pemandangan rutin di pasar yang menjadi denyut nadi ekonomi Bintuni itu.
Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni tidak menampik adanya masalah tersebut. Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Teluk Bintuni, Ahmat Rahanjamtel, mengakui pihaknya sudah sering menerima laporan dari para pedagang.
“Memang benar ada keluhan dari pedagang soal parkiran kendaraan angkutan umum Hilux yang menutup kios atau los tempat mereka berjualan. Namun, kami terbatas dalam sarana prasarana untuk mengaturnya,” jelas Ahmat kepada wartawan saat ditemui di kantornya, Kamis, 18 September 2025.
Meski demikian, Ahmat menilai bahwa Terminal Tipe B di Manimeri, yang beberapa waktu lalu telah diresmikan oleh Gubernur Papua Barat, bisa menjadi solusi terbaik untuk mengurai persoalan ini. Terminal itu, jika difungsikan, diharapkan mampu menjadi titik kumpul utama bagi kendaraan angkutan umum seperti Hilux sehingga tidak lagi menjadikan Pasar Sentral sebagai “terminal dadakan”.
Terminal yang Masih Jadi Harapan
Namun, harapan itu ternyata belum bisa sepenuhnya diwujudkan. Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Teluk Bintuni, Marten Kilonresi, menegaskan bahwa Terminal Tipe B di Manimeri belum dapat difungsikan.
“Masih ada sejumlah faktor yang menjadi kendala. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Terminal dari Pemprov Papua Barat belum terbentuk, dan keputusan bersama soal sistem transportasi yang akan dijalankan juga belum ada,” kata Marten.
Meski begitu, angin segar mulai berembus. Pada Kamis, 18 September 2025, Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat telah menggelar rapat bersama sejumlah pihak terkait. Fokusnya adalah membicarakan langkah-langkah penertiban kendaraan penumpang di Terminal Pasar Wosi, Manokwari.
Dari sana, direncanakan minggu depan, Pemprov Papua Barat dan Pemkab Teluk Bintuni akan duduk bersama untuk membahas pemanfaatan Terminal Tipe B di Manimeri.
Antara Kebutuhan Ekonomi dan Ketertiban Kota
Di balik keluhan pedagang, sebenarnya tersimpan dilema yang kerap muncul di banyak kota kecil yang sedang bertumbuh. Di satu sisi, kendaraan angkutan umum Hilux adalah urat nadi mobilitas warga. Di sisi lain, tanpa tata kelola yang rapi, ia bisa menjadi biang kemacetan bahkan merugikan ekonomi kecil di pasar.
Pasar Sentral Bintuni adalah contoh nyata. Para pedagang yang sebagian besar menggantungkan hidupnya dari hasil jualan harian, tentu merasa dirugikan ketika akses ke kios atau los mereka tertutup mobil Hilux yang parkir di depan. Pembeli yang hendak singgah pun sering memilih berlalu.
“Kalau siang begini, mobil-mobil Hilux itu parkir tepat di depan kios kami. Kadang kami harus marah dulu baru mereka geser,” keluh seorang tukang cukur sambil menunjuk ke arah deretan kendaraan yang berhenti di pinggir pasar.
Masalah ini tak hanya soal kenyamanan, tapi juga soal keberlangsungan ekonomi rakyat kecil. Setiap hari, mereka bergantung pada berapa banyak pembeli yang datang. Setiap kios atau los yang tertutup, berarti ada peluang rezeki yang hilang.
Menunggu Aksi Nyata
Kini, bola ada di tangan pemerintah provinsi dan kabupaten. Pertemuan pekan depan antara Pemprov Papua Barat dan Pemkab Teluk Bintuni diharapkan tak hanya sekadar rapat formal, tetapi benar-benar menghasilkan kesepakatan konkret soal pemanfaatan Terminal Tipe B Manimeri.
Jika terminal itu segera difungsikan, bukan hanya pedagang di Pasar Sentral yang merasakan dampaknya. Penataan kendaraan angkutan umum Hilux akan memberi wajah baru bagi kota Bintuni: lebih tertib, lebih nyaman, dan memberi ruang bagi aktivitas ekonomi rakyat untuk tumbuh.
Sementara itu, pedagang di Pasar Sentral hanya bisa menunggu dengan sabar, sembari berharap pemerintah benar-benar hadir untuk mendengar suara mereka.
“Harapan kami cuma sederhana: jangan lagi kios atau los kami tertutup mobil. Kalau pemerintah bisa atur itu, kami sudah bersyukur,” kata seorang pedagang sembako, matanya menatap kosong ke arah jalan yang sesak oleh kendaraan Hilux.
Suara lirih itulah yang seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah. Sebab pasar bukan hanya tempat jual beli, melainkan juga wajah keseharian masyarakat, ruang ekonomi kerakyatan yang harus dijaga bersama.
(Laporan Redaksi Kadate/Inspirasi Papua)













