Views: 180
Harapan Baru Bagi Pasien TBC Kebal Obat dan TBC Laten di Teluk Bintuni
BINTUNI, PAPUA BARAT — Upaya memerangi penyakit Tuberkulosis (TBC) terus digencarkan di Kabupaten Teluk Bintuni. Dalam semangat menuju Indonesia bebas TBC, Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni menggelar kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) data pasien TBC tahun 2025 yang berlangsung selama tiga hari, mulai 3 hingga 5 November 2025, di Gedung AIDS, TB, Malaria (ATM Centre), Kompleks Dinas Kesehatan, Jl. Raya Sibena KM 6.
Kegiatan ini diikuti oleh para penanggung jawab program TBC dari seluruh Puskesmas dan RSUD Teluk Bintuni, dengan menghadirkan dr. Wiendo Syahputra Yahya, Sp.P, MMRS, FAPSR, FISR, Ketua Koalisi Organisasi Profesi untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) Papua Barat, sebagai narasumber utama.
Obat Lebih Sedikit, Waktu Pengobatan Lebih Singkat
Dalam paparannya, dr. Wiendo menjelaskan inovasi terbaru dalam pengobatan pasien TBC kebal obat (TBC RO). Kini, pasien tidak perlu lagi menjalani terapi panjang seperti sebelumnya yang bisa mencapai 18 hingga 24 bulan.
“Dengan paduan pengobatan baru, pasien TBC Kebal Obat cukup minum 3 sampai 4 jenis obat selama 6 bulan saja. Ini jauh lebih singkat dan jumlah obatnya lebih sedikit,” jelas dr. Wiendo saat ditemui di sela kegiatan, Senin (3/11/2025).
Ia berharap, pengobatan yang lebih sederhana ini dapat meningkatkan kepatuhan pasien untuk minum obat sampai tuntas, sehingga peluang sembuh menjadi lebih besar dan angka putus obat bisa ditekan.
Desentralisasi Layanan: Dekatkan Pengobatan ke Rumah Pasien
Selain memperkenalkan paduan pengobatan baru, dr. Wiendo juga menekankan pentingnya desentralisasi layanan TBC RO — upaya untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada pasien di wilayah tempat tinggalnya.
“Pasien yang sudah mulai pengobatan di RSUD Teluk Bintuni akan dirujuk balik ke puskesmas sesuai domisili untuk melanjutkan terapi. Setiap hari, petugas di puskesmas akan memantau pasien agar minum obat secara teratur,” terang dr. Wiendo.
Jika terjadi efek samping obat, petugas puskesmas segera memberikan penanganan awal, dan bila kondisi pasien memburuk, mereka akan dirujuk kembali ke RSUD untuk mendapatkan perawatan lanjutan.
TBC Laten: Ancaman Senyap yang Perlu Diwaspadai
Selain TBC kebal obat, dr. Wiendo juga mengulas tentang Tuberkulosis Laten (TBC Laten) — kondisi di mana seseorang sudah terinfeksi kuman TBC namun belum menunjukkan gejala sakit.
“Orang dengan TBC Laten tampak sehat, tapi sewaktu-waktu bisa sakit bila daya tahan tubuhnya menurun,” ungkapnya. Kondisi ini sering ditemukan pada mereka yang tinggal serumah dengan pasien TBC aktif atau memiliki penyakit yang melemahkan imun, seperti HIV, kanker, gagal ginjal, hingga pasien kemoterapi.
Untuk mencegah TBC Laten berkembang menjadi penyakit aktif, pemerintah kini menyediakan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) secara gratis melalui Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Pemilihan jenis obat TPT disesuaikan dengan riwayat kontak pasien, usia, dan status HIV.
Menuju Eliminasi TBC di Papua Barat
Dinas Kesehatan Teluk Bintuni bersama KOPI TB Papua Barat berkomitmen memperluas jangkauan layanan TBC di seluruh wilayah. Melalui strategi pengobatan yang lebih manusiawi, pelayanan yang lebih dekat, serta dukungan obat gratis dari pemerintah, diharapkan jumlah pasien TBC aktif bisa terus ditekan.
“Pemberian obat TPT bagi pasien TBC Laten adalah langkah nyata untuk mencegah penularan baru dan mempercepat capaian eliminasi TBC nasional, termasuk di Papua Barat,” tutup dr. Wiendo dengan penuh optimisme.
Kegiatan monev ini bukan sekadar rutinitas, tetapi menjadi simbol nyata dari semangat kemanusiaan dan kolaborasi lintas sektor demi mewujudkan masyarakat Teluk Bintuni yang sehat dan bebas TBC.
(MA/Inspirasi Papua)

