Views: 0
BINTUNI, InspirasiPapua.id– Dorteis Rumbewas (36 tahun) mulai berjualan Noken (tas khas Papua) itu sejak kecil di Sorong. Sehari dirinya bisa membuat noken 2 buah bakat alami yang dimilikinya itu diwarisi dari ayahnya Elias Rumbewas dan ibunya Yakomina Yantori. Dia bersama kakak dan adiknya bisa sekolah dari hasil berjualan noken. Bahkan kakanya berhasil menjadi polisi dari hasil berjualan noken.
Dorteis bersama keluarganya itu tinggal di Klademak II dekat Taman Makam Pahlaman Sorong.
Dirinya berjualan noken beserta pernak-pernik kerajinan asli Papua sudah 30-an tahun dan bahkan sudah tidak berpikir untuk menjadi PNS.
Bahkan dari kerjainan noken ini kedua orang tuanya itu bisa menyekolahkan dirinya beserta adik dan kakaknya.
“Kakak saya bisa jadi polisi dari hasil penjualan noken atau kerajinan Papua ini,” ungkap Dorteis sembari menunjukkan berbagai hasil kerjinan noken buatan keluarga dan sahabat-sahabatnya.
Dorteis juga mengatakan bahwa dirinya bersama keluarganya, ayah dan Advertising ibunya berjualan noken ke Bintuni untuk mencari pangsa pasar baru.
Menurutnya pasar noken di Bintuni dan Sorong sama meski di Bintuni pasarannya agak lumayan. Dirinya ke Bintuni berdagang noken untuk mencari pangsa pasar baru kerena di Sorong sudah banyak orang yang berjualan noken.
Noken-noken yang dijual di Bintuni itu hasil dari kerajinan tangan keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang titip untuk dijual.
Omset penjualan noken yang dijualnya ada sekitar 10 juta. Noken yang dijualnya memiliki jenis yang cukup variatif dan noken yang asli mulanya dari pegunungan yang bahannya terbuat dari kulit tanaman genemon.
“Orang tua kami belajar dari nenek kami. Nenek juga dulu berjualan noken di pasar. Mungkin nenek kami belajar membuat noken dari orang pegunungan.
Dari berjualan noken orang tua kami bisa sekolahkan 4 orang anaknya. Adik saya juga ada yang berjualan noken di Sorong.
Kami selama ini berjualan dipinggiran-pinggiran seperti ini,” sebut Dorteis sembari menunjukkan tempat jualannya di depan Pelabuhan Bintuni.
Dorteis juga menyebutkan bahwa sampai saat ini mereka berjualan tanpa ada cabang-cabang. Biasa dirinya kembali ke Sorong apabila pembeli terasa sepih di Bintuni. Selain itu kalau mereka rasa ingin pulang mungkin karena rindu keluarga maka mereka pulang ke Sorong.
Atau biasanya dirinya dan keluarga berpindah berjualan kalau ada ieven-iven atau pameran-pameran yang dilakukan baik di kota Sorong, kota Bintuni maupun kota Manokwari.
Tas-tas Noken yang dijualnya memiliki corak atau motif yang bervariatif yaitu ada bercorak garis-garis merah dan kuning harganya Rp. 300 ribu, noken dari tali manila Rp.700 ribu. Noken tali biasa Rp.250 ribu.
Noken kecil untuk isi hand phone rata-rata dijualnya Rp. 100 ribu per buah, ada juga noken tempat laptop dan lain-lain.
Selain itu Dorteis juga menjual pernak-pernik harganya juga variatif seperti anting-anting Rp. 30 ribu, 50 ribu, dan tusuk konde menggunakan model cenderawasih Rp.50 ribu.
Tusuk konde untuk digunakan saat ada tari-tarian Rp. 50-an serta gelang besi putih yang dibuat oleh anak-anak Sorong.
“Kemudian ada juga tas yang terbuat dari kulit kayu untuk menyimpan handphone atau uang, mahkota dari bulu kasuari Rp. 500 ribu biasanya digunakan untuk menyambut tamu,” terang Dorteis.
Dorteis dan keluarganya tinggal di Bintuni menyewa tempat atau di kos-kosan dan biasa mulai berjualan pukul 08.00 Wit pagi dan tutup pukul 21.00 Wit (jam 09.00 Wit malam).
Pada kesempatan itu Dorteis berharap mudah-mudahan pemerintah daerah juga bisa fokus lihat mama-mama yang berjulan noken dengan membantu mama-mama melalui koperasi.
“Saya juga berharap mungkin pemerintah daerah bisa melihat mama-mama yang berjualan noken khas Papua ini dengan menyediakan tempat jualan seperti ruko-ruko di pinggir jalan atau di pasar ataupun pondok-pondok tempat mama-mama dorang berjualan noken dan mereka tidak berjualan seperti ini di pinggir jalan,” harapnya.
Suka duka Dorteis selama berjualan noken itu ada manis pahitnya yaitu berjualan dari tempat satu ke tempat lainnya. “Kita kadang harus tidur di pinggir-pinggir jalan sambil menunggu kapal bila hendak ke Bintuni atau pun ke Sorong,” tuturnya penuh haru. (01-IP)