Views: 353
Agustinus Orocomna Serap Aspirasi 7 Suku Bintuni: Dorong Revisi DBH Migas Demi Kesejahteraan Masyarakat Adat
BINTUNI, PAPUA BARAT — Suasana lantai II Kantor LMA 7 Suku Teluk Bintuni tampak hidup, Selasa (4/11/2025) siang. Para tokoh adat, pemuda, perempuan Papua, dan perwakilan pemerintah daerah berkumpul dalam satu forum penuh kehangatan. Mereka datang untuk menyampaikan suara hati masyarakat kepada wakil mereka di parlemen — Agustinus Orocomna, SH, Anggota DPR Papua Barat Fraksi Otonomi Khusus (Otsus) dari Dapil Teluk Bintuni.
Pertemuan dalam rangka Reses III Tahun 2025 ini menjadi wadah penting untuk menjembatani kepentingan masyarakat adat 7 Suku — Sebyar, Sumuri, Kuri, Wamesa, Irarutu, Moskona, dan Sougb — serta suku-suku Papua lainnya yang hidup berdampingan di Teluk Bintuni.
Hadir pula Anggota MRP Papua Barat Eduard Orocomna, Kepala Distrik Bintuni Mozes Koropasi mewakili pemerintah daerah, Ketua LMA Teluk Bintuni Marten Wersin, serta para kepala suku dan tokoh masyarakat lainnya.
Sumber Daya Alam Melimpah, Tapi Masyarakat Belum Sepenuhnya Menikmati
Dalam sambutannya, Agustinus Orocomna menegaskan bahwa Teluk Bintuni memiliki sumber daya alam yang sangat kaya — mulai dari minyak dan gas bumi, hasil laut, hingga hutan mangrove yang luas. Namun, potensi besar itu belum sepenuhnya dirasakan masyarakat adat.
“Bintuni ini wilayahnya luas, tapi persoalan utama adalah kita belum bersatu. Padahal, kalau masyarakat 7 Suku kompak, daerah ini akan cepat maju,” ujarnya penuh semangat.
Agustinus mengajak masyarakat untuk membuka wawasan dan menyampaikan aspirasi secara konstruktif. Ia menekankan pentingnya memperjuangkan kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Soroti Ketimpangan Dana Bagi Hasil Migas
Salah satu isu utama yang disoroti legislator asal Fraksi Otsus ini adalah ketimpangan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas sebagaimana diatur dalam Perdasus Nomor 22 Tahun 2022.
Menurutnya, aturan tersebut belum mencerminkan keadilan bagi Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil migas utama di Papua Barat.
“Teluk Bintuni hanya dapat 22 persen DBH Migas. Ini tidak adil. Daerah penghasil seharusnya mendapat porsi 40 hingga 50 persen,” tegasnya.
Ia menambahkan, cadangan gas tidak akan bertahan selamanya. Karena itu, sebelum sumber daya itu habis, masyarakat penghasil — khususnya Suku Sumuri dan Sebyar dan masyarakat 7 suku lainnya di Teluk Bintuni— harus lebih dulu merasakan manfaatnya secara nyata.
Agustinus juga mendorong agar pemerintah daerah bersama DPR Papua Barat memperjuangkan revisi Perdasus tersebut, dengan alokasi 10 persen DBH Migas langsung untuk kesejahteraan masyarakat adat.
Duduk Bersama Investor, Pemerintah, dan Adat
Agustinus juga menyoroti pentingnya dialog setara antara masyarakat adat, pemerintah, dan investor seperti Genting Oil dan perusahaan kelapa sawit dan perusahaan lainnya.
“Setiap proyek strategis nasional pasti punya manfaat. Tapi jangan sampai masyarakat adat dirugikan. Harus ada komunikasi yang baik dan transparan,” ujarnya.
Ia menegaskan, DPR Papua Barat dan MRP hadir untuk mengawal hak-hak masyarakat adat serta memastikan adanya Perdasus Perlindungan Hukum Masyarakat Adat, sebagaimana telah diterapkan di Teluk Bintuni melalui Perda Nomor 1 Tahun 2019.
Dana Otsus untuk Orang Asli Papua
Dalam kesempatan itu, Agustinus juga menyinggung penggunaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang kini langsung ditransfer dari pusat ke kabupaten. Tahun 2025, Teluk Bintuni menerima Rp156 miliar dana Otsus.
Ia mengingatkan agar dana tersebut benar-benar berpihak pada orang asli Papua, bukan keluar jalur seperti yang kerap terjadi di masa lalu.
“Dana Otsus harus menjawab kebutuhan nyata masyarakat, misalnya berapa orang Sumuri, Moskona, Wamesa, dan 7 suku lainnya yang butuh program. Semua harus dirancang dengan data dan keadilan,” ujarnya.
Agustinus juga mengusulkan agar MRP dan DPRK dilibatkan dalam pembahasan alokasi dana Otsus di tingkat kabupaten, agar transparansi dan pengawasan lebih kuat.
Dorong Pendidikan Vokasi dan Ketenagakerjaan
Selain soal migas dan Otsus, Agustinus juga menyoroti pentingnya pendidikan vokasi P2TIM (Petrotekno) di Teluk Bintuni.
Menurutnya, pendidikan vokasi memang mahal, namun memberi peluang besar bagi anak-anak Bintuni untuk bekerja di berbagai perusahaan nasional maupun internasional.
“Kita akan dorong agar lulusan P2TIM tidak hanya bekerja di BP Tangguh, tapi juga bisa bekerja di seluruh perusahaan yang ada karena lulusan P2TIM ((Petrotekno) sudah ada yang bekerja di Freeport Timika, Weda Halmahera, Batam, bahkan luar negeri seperti Brunei dan Arab,” katanya.
Harapan untuk Persatuan dan Dukungan Program Nasional
Di akhir pertemuan, Agustinus mengajak masyarakat 7 Suku dan Papua lainnya untuk terus mendukung program pemerintah dan nasional seperti makanan bergizi gratis, sekolah rakyat, koperasi merah putih, serta berbagai program investasi yang membawa manfaat ekonomi.
“Mari kita lihat sisi positif. Hak-hak adat kita sudah diakui oleh Undang-Undang Otsus. Sekarang saatnya kita bersatu dan maju bersama,” tutupnya disambut tepuk tangan hangat para peserta.
Pertemuan kemudian dilanjutkan dengan sesi penyampaian aspirasi dari masing-masing suku dan kelompok masyarakat. Semua masukan yang diberikan bersifat membangun — mencerminkan harapan besar agar Teluk Bintuni semakin sejahtera, berdaulat, dan bermartabat di tanahnya sendiri.
(Reporter: Muris Ahmad | Inspirasi Papua)













