BINTUNI, InspirasiPapua.id- YLBH Sisar Matiti resmi menggugat Praperadilan Polres Manokwari karena menahan Ibu Sherli, korban KDRT, pada (10/11/2022) di Pengadilan Negeri Manokwari.
“Gugatan praperadilan terhadap Polres Manokwari sudah kami daftarkan kemarin hari Kamis. Yang kami gugat adalah laporan polisi nomor LP/165/VII/2022/Papua Barat/SPKT.
Dan Surat Penetapan Tersangka Nomor. Nomor. S.Tap/86/XI/Reskrim Polres Manokwari Tertanggal 2 November 2022, yang menetapkan klien kami, Ibu Sherli sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Manokwari,” ungkap Direktur Eksekutif YLBH Sisar Matiti Yohanes Akwan, SH, Jumat (11/11/2022) melalui rilis persnya yang disampaikan kepada wartawan di Bintuni.
Ibu Sherli korban KDRT. (IP-IST)
Menurut Akwan, gugatan itu harus dilakukan karena penetapan tersangka dan penahanan terhadap Ibu Sherli dilakukan oleh Polres Manokwari, dengan tidak memperhatikan asas hukum yang berlaku di Indonesia.
“Atas dugaan tindak pidana KDRT yang disematkan ke klien kami oleh Polres Manokwari sama sekali tidak memperhatikan bahwa apa yang dilakukannya merupakan pembelaan diri dalam keadaan terpaksa atau self defense (Noodweer) yang diatur di dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.
Dengan demikian, YLBH Sisar Matiti meminta agar status tersangka dan penyidikan terhadap Ibu Sherli harus dihentikan. Mereka juga mendesak Polres Manokwari agar segera mengeluarkan Surat Penghentian Perkara Pidana (SP3).
Kami sangat berharap Kapolres Manokwari bisa dengan bijak menyikapi kasus ini. Karena apa yang diperbuat ibu Sherli waktu itu, bukan dengan kesengajaan.
Bayangkan seorang perempuan sedang dipukul, dianiaya sampai babak belur, muka hancur-hancur, refleks lempar helm dan kunci yang diarahkan ke pelaku.
Yaitu suaminya sendiri, yang juga anggota Propam Polda Papua Barat. Makanya perbuatan tersebut dilakukan di bawah kesadaran, dan tidak boleh dipidana,” tegas Akwan.
Selain itu, kata Akwan menjelaskan bahwa yang disorot oleh YLBH Sisar Matiti pada alasan hukum dilakukannya praperadilan adalah karena kurangnya alat bukti yang sah, sebagaimana diatur di dalam pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Karena tidak cukup alat bukti juga, makanya kami mengajukan praperadilan untuk menggugat Polres Manokwari.
Karena kami nilai penetapan tersangka belum memenuhi Putusan MK Nomor 21/PUU/XII /2014 Junto PERMA 4/2016 tentang larangan peninjauan kembali yang menyatakan penetapan tersangka minimal memenuhin2 alat bukti dan juga MK 65/PUU/2010 tentang alat bukti yang sah,” pungkas Akwan. (01-IP)