Views: 34
BINTUNI, InspirasiPapua.id– Sudah sembilan tahun lamanya Andi Asso (40 tahun) menggeluti pekerjaan sebagai sopir Bintuni-Manokwari Pulang Pergi (PP) yaitu sejak tahun 2013.
Dirinya sudah merasakan pahit-manisnya menjadi seorang sopir pada waktu itu jalan masih berlumpur sehingga dia dan penumpangnya terpaksa bermalam beberapa hari di jalan berlumpur yang dilalui sambil mencari akal untuk keluar dari lumpur dan tiba di kota tujuan.

“Kalau sekarang sih jalan sudah lancar mobil Avansa pun bisa ke Manokwari. Kalau dulu jangan coba-coba bisa-bisa bermalam berminggu-minggu untuk melintasi jalan berlumpur panjang.
Banyak suka dan duka serta pengalaman yang sudah saya alami sejak menjadi sopir Trans Papua Barat Bintuni-Manokwari,” ungkap Andi Asso salah seorang supir yang diwawacarai media ini, Selasa (24/5/2022) pagi di Pasar Sentral Bintuni tempat dimana mobil Hi-Lux Trans Papua Barat biasa mangkal.
Andi Asso berasal dari Suku Bugis Segeri Sulawesi Selatan merantau ke Manokwari dan menggeluti pekerjaan sebagai sopir Hi-Lux Trans Papua Barat.
“Dulu jalan yang dilaluinya sering sekali rusak dan berlumpur panjang terutama dari Memey sampai Tahota tetapi sekarang jalan itu sudah aspal,” ujar Asso bercerita mengenai pengalamannya yang didampingi rekannya sesama sopir sembari menghisap sebatang rokok serta meneguk secangkir kopi hitam yang ada di depannya seolah-olah bahagia dan melupakan masalah yang dihadapinya sewaktu dirinya membawa mobil Trans Papua Barat Bintuni-Manowari.
Sopir Hi-Lux Bintuni Manokwari itu juga mengatakan bahwa walaupun saat ini jalan sudah lancar tetapi sekarang yng menjadi masalah penumpang sepih.
“Ini mungkin karena banyak mobil yang sudah bisa masuk ke Bintuni dari Manokwari akibat jalan yang sudah semakin lancar. Atau bagaimana?,” papar Asso yang menghirup rokok fileternya dalam-dalam seakan-akan tidak bisa menjelaskan penyebab penumpang sekarang sepih.

Lanjut Asso bahwa meskipun situasi sekarang mobil rame tetapi ongkos penumpang Bintuni-Manokwari atau sebaliknya Manokwari Bintuni masih tetap Rp. 500 ribu untuk satu penumpang.
“Sedangkan kalau penumpang turun di Mansel itu per orang Rp. 400 ribu. Dan mobil yang kami bawa itu baru bisa jalan kalau muatan penumpang sudah penuh. Artinya kalau sudah dapat uang setoran Rp. 2 juta baru kami jalan.
Kami biasanya jalan kalau penumpang sudah ada empat orang ataupun kalau ada yang mau carter kita nego dulu yaitu biasanya sekali carter atau jalan ke Manokwari itu minimal kita minta bayar Rp. 2,5 juta dan bisa juga sampai Rp. 3 juta,” jelas Asso.
Asso juga menambahkan bahwa kalau hanya 2 penumpang itu tergantung negosiasi dengan sopir. Tetapi selama ini 4 penumpang kalau kita bawa 2 penumpang kita bisa nyonyor karena kita juga kejar setoran kepada pemilik mobil.
Selain kami muat penumpang kita juga biasanya muat hasil dari Bintuni seperti kepiting dan udang. Ongkos muat kepiting satu koli biasanya Rp. 100 ribu dan udang satu koli 150 ribu.
Namun kami disaat penumpang sepih begini bisa sampai satu Minggu kita menunggu penumpang baru dapat, apalagi kalau mobil sudah bertumpuk seperti ini,” jelas Asso.
Pantauan media ini nampak kendaraan roda empat Hi lux angkutan penumpang Trans Papua Barat Bintuni-Manokwari-Manokwari Selatan dan Manokwari banyak terparkir di pasar Sentral Bintuni.
Kendaraan roda empat terparkir dikarenakan supirnya menunggu masyarakat Bintuni atau warga dari luar yang berkunjung ke Bintuni hendak menggunakan jasa mobil mereka untuk diantar sesuai tujuan mereka. (01-IP)