Apakah Kepala Daerah Harus Orang Asli Papua?

ohanes-Akwan-SH-Direktur-Eksekuitf-Yayasan-Lembaga-Bantuan-Hukum-Sisar-Matiti-Tanah-Papua.IP-IST
Bagikan berita ini

Views: 204

Apakah Kepala Daerah Harus Orang Asli Papua?

BINTUNI, InspirasiPapua.id- Kemauan dari Masyarakat Adat Papua Bupati dan Walikota harus Orang Asli Papua (OAP) harus diatur untuk mengatur daerahnya sendiri.

Disisi lain, ada juga Masyarakat Non Orang Asli, Sebut saja Advokat Senior Cosmas Refra,S.H, Rabu (01/03/2023) dalam Diskusi Grup Bertajuk ‘Apakah Kepala Daerah Harus Orang Asli? Diskusi tersebut berlangsung di Bintuni.

Dirinya dengan tegas mengatakan, semua pihak bukan Papua harus bisa menghormati dan Menghargai Hak-Hak Politik dari orang Asli Papua dalam mengatur Daerahnya.

Lanjut kata dia, memang benar belum diatur dalam aturan dan belum ada larangan tetapi dirinya berharap Basudara pendatang kita harus bisa menghormati hak politik dari Masyarakat Asli Papua biarkan mereka menjadi Bupati dan Wakil Bupati serta Gubernur untuk mengurus daerahnya.

“Dengan demikian maka, perlu perjuangan mendorong regulasi terkait Kepala daerah adalah orang Asli Papua karena menurutnya titik berat implementasi dari UU Otsus Berada di Tingkat Kota dan Kabupaten di Tanah Papua sehingga perlu diatur secara jelas tentang perlindungan dari hak politik rakyat Papua.

Disisi lain, ada juga yang mengatakan, dalam Otsus itu hanya diatur tentang kepala daerah provinsi, maka kenapa yang menjadi concern banyak aktivis maupun pemerhati politiik di Papua Raya.

Seharusnya MRP mempunyai kewenangan yang besar di sini supaya referensi dan rekomendasi kepada partai, maupun semua stakeholder.

Namun nyatanya untuk ini, MRP sedikit dinihilkan. Papua itu tanah yang hidup karena adat, yang paling bisa mengerti tentang hal ini kalau bukan orang Papua mau siapa lagi?.

Ini yang harus ditekan ke atas. Banyak hal yang mempengaruhi kondisi perpolitikan di Papua, salah satunya demografi. Harus ada tindakan preventif terhadap hal ini,” terang Refra.

Masih kata Cosmas Refra,Partai politik itu hanya melihat elektabilitas berdasarkan populasi dan demografi, kearifan lokal maupun hukum dan adat setempat itu sangat diabaikan.

“Untuk itu dirinya juga berharap, UU Otsus itu jangan cuma di tingkat provinsi kalau Gubernur harus OAP tetapi Untuk tingkat kota/kabupaten harus juga diatur agar tidak memunculkan konflik dikemudian hari.

Disisi lain,Edwin Wamafma, juga berharap, soal Ini tidak menjadi ruang dilema yang panjang ,menurut dia, Papuan adalah mayoritas Pemilik Penduduk penghuni “Tanah Negri Papua”.

“Tetapi dalam angka Hitungan suara Politik, Kita adalah kelompok “minoritas” dari basudara/i Nusantara yang juga berdiam bersama kita di Negri ini sehingga tentang hak politik perlu diatur dengan baik agar tidak menjadi konflik musiman yang muncul disetip momen Pemilu,” ujarnya.

Sementara itu Yohanes Akwan, Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Sisar Matiti- Tanah Papua melihat pendapat warga masyarakat Papua dirinya berpikir DPRPB dan MRP segera duduk dan Berdialog.

“Bagaimana langka hukum diambil untuk melindungi hak minoritas dari rakyat Papua dalam menyalurkan hak-hak politik. Hal ini harus menjadi perhatian serius dan cepat dari MRP, DPR Tanah Papua untuk memperjuangkannya bahwa Papua mau merdeka atau tidak merdeka

Papua perlu aturan sehingga hal-hal terkait hak harus diatur dalam semangat perlindungan dan keberpihakan sebagaimana Perubahan Kedua UU Nomor 21 tahun 2001 tentang UU nomor 2 tahun 2021 tentang otonomi khusus Bagi Provinsi di Tanah Papua,”ungkapnya.

Masih kata anes panggilan akrapnya, mengatakan juga, bahwa OAP dalam ruang politik demokrasi telah mendapat afirmasi melalui DPR Provinsi dan DPRK, yang diangkat tanpa melalui Proses Politik; namun ruang itu hanya 5% bagi OAP mungkin bisa diperjuangkan agar jumlahnya bisa dinaikkan menjadi 10%.

“Karena ketika kita bicara keterwakilan dalam politik demokrasi sulit melahirkan konsensus sehingga diatur dalam aturan khusus tetapi menjadi penting juga bagi kita mengatur tentang walikota dan Bupati adalah OAP.

Agar kita dapat memahami bagaimana melindungi pihak minoritas yang mana dibutuhkan proteksi melalui konsensus dalam demokrasi politik.

Tetapi pada rakyat asli Papua sendiri jangan kita terbawah dalam dimensi politik uang, bukan politik kepentingan mendudukkan OAP dalam lembaga Politik Keterwakilan sehingga kita perlu memperhatikan agar menjadi konsensus tanpa harus digerakkan oleh elit politik melalui politik uang,” papar Anes. (ahd-IP)

About Post Author

banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *