Views: 93
BINTUNI, InspirasiPapua.id– Awalnya Islam masuk ke wilayah Kaitaro dibawah oleh saudagar-saudagar Islam yang datang mencari rempah-rempah pada tahun 1911.
Kelompok-kelompok marga besar dari suku Kuri yaitu Fenetiruma, Tatuta dan Refideso datang ke wilayah Kaitaro yang masuk wilayah suku Irarutu dan masuk menjadi suku Irarutu serta tinggal di sana.
“Masuknya saudagar-saudagar Islam tersebut mencari rempah-rempah di wilayah Irarutu pada waktu itu bertemu dengan 3 (tiga) kelompok marga besar tersebut dan semuanya menganut agama Islam pada tahun 1911 lewat pos pemerintahan di daerah Babo.
Sekitar tahun 1911 orang-orang tua kami mengenal Islam masuk lewat pos pemerintahan yang dulu di daerah Masamar yang kini dipindahkan ke daerah Babo.
Lewat saudagar-saudagar Islam yang mencari rempah-rempah di wilayah kami. Dimana saudagar-sudagar Islam itu masuk 2 kelompok.
Dimana mereka tahu ada komunitas kelompok suku-suku kami yang ada di wilayah Kaitaro ini lalu mereka masuk di sini dan minta ijin untuk mengambil rempah-rempah.
Saat itu saudagar-saudagar Islam masuk dengan beberapa Sultan dari Tidore setelah itu mereka keluar dan kemudian masuk lagi dengan beberapa kelompok saudagar Islam dengan membawa seorang imam masjid pertama dari Buton dengan membangun masjid pertama di Sara ini.
Saudagar-saudagar itu masuk mengajarkan ajaran agama Islam di wilayah kami ini. Orang-orang tua kami katakan bahwa imam masjid pertama itu orang dari Buton. Dengan kehadiran para saudagar Islam itu membuat kita semua di sini bergama Islam,” ungkap seorang Tokoh Muda Kristen Distrik Kaitaro Hengky Tatuta kepada wartawan belum lama ini di Kaitaro ketika dikonfirmasi.
Tatuta juga menjelaskan bahwa di kampung Sara ibu kota distrik Kaitaro sejak turun-temurun antara agama Islam dan agama Nasrani dikatakan agama keluarga.
“Dimana pada tahun 1913 itu mulai masuk pendidikan dan orang-orang tua kami mendengar mulai dibangun pendidikan. Sehingga ada beberapa orang tua kami keluar untuk mencari pendidikan di wilayah Wamesa Wandamen dan mereka disana ketemu dengan guru-guru Injil yang membawa pendidikan dan orang tua kami bilang kepada mereka bahwa mereka juga membutuhkan pendidikan di wilayah kami di Kaitaro.
Meski di Kaitaro pada waktu itu sudah ada agama Islam yang masuk. Dimana muslim yang masuk pertama itu diberikan tanggung jawab kepada saudara-saudara kami yang bermarga Refideso yang saat ini dominan berdomisili di kampung Warga Nusa 1 dan Warga Nusa 2.
Dan mereka diminta untuk membangun mesjid yang pertama yang ada di kampung Sara ini. Dan para orang tua-tua kami waktu hanya ada 3 marga besar yaitu Tatuta, Fenetiruma dan Refideso mereka itu keluarga besar adik kaka dan disitulah ketiga marga itu semua mulai masuk Islam.
Namun sebelum agama Islam dan Kristen itu masuk ke Kaitaro ini, orang tua-tua kami hidup dalam tatanan adat mereka hidup ada sebagian dari mereka yang makan makan-makanan najis. Dimana setelah Islam masuk kemudian ada ajaran bahwa ada batas-batasan makanan yang mereka makan termasuk makana-makanan yang najis itu.
Namun orang-orang tua yang hidup dalam tatanan adat itu sudah menjadi kebiasaan memakan makanan najis meskipun mereka waktu itu sudah menganut agama Islam.
Tetapi begitu ajaran Kristen masuk lewat pendidikan dan orang-orang tua kami bilang bahwa mereka itu sebagian masih hidup dengan kebiasaan-kebiasaan memakan makanan najis tersebut.
Dimana agama Islam melarang untuk makan makanan-makanan najis tersebut. Maka kemudian mereka membagi yang lain masuk ke agama Kristen dan yang lain masuk ke agama Islam.
Kemudian marga Refideso yang diamanatkan untuk mengembangkan Islam di wilayah Kaitaro ini. Kemudian kami dari marga Tatuta dan Fenetiruma kemudian masuk ke agama Nasrani atau Kristen.
Dan dari keluarga itu sampai saat ini masih ada serumpun dari keluarga yang dibagi dalam 2 (dua) agama ini masih tetap ada sampai sekarang.
Hal itu terlihat pada saat ada acara-acara Hari Raya Keagamaan mereka saling melakukan tukar piring kepada saudara-saudara yang Muslim dan Nasrani baik itu hari raya Islam maupun hari raya Kristen.
Jadi pada saat Hari Raya Islam maka kita semua yang Nasrani menunjang hari Raya Islam tersebut dan juga sebaliknya,” papar Tatuta.
Tatuta menegaskan bahwa awalnya semua masyarakat Kaitaro itu muslim tetapi begitu pendidikan masuk yang dibawa guru-guru penginjil maka disitulah kami mulai bagi 2 (dua) keluarga besar yaitu Nasrani dan Muslim yang ada di kampung Sara, Tugurama dan sebagaian ada yang di Suga.
“Sehingga sampai sekarang di Sara itu ada 2 (dua) keluarga besar yaitu Nasrani dan Islam dan ketika ada hari-hari keagamaan maupun pembangunan rumah ibadah serta upacara-upacara bernuansa kegamaan setiap saat melalui pemuka-pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat kami langsung diarahkan untuk berpartisipasi baik dalam bentuk panitia maupun hal-hal yang menyangkut penanganan keagamaan.
Dimana ada 3 (tiga) marga besar yang ada di suku Irarutu asalnya dari Suku Kuri yaitu Tatuta, Refideso dan Fenetiruma. Dan kami 3 marga besar yang ada di Kaitaro ini adalah berasal dari suku Kuri.
Dimana Keluarga kami menyampaikan bahwa kalian tinggal di Kaitaro ini menggunakan suku Irarutu dan bahasanya Irarutu tetapi dasar kami adalah suku Kuri. Jadi kami bisa berbahasa Kuri dan orang Kuri juga bisa berbahasa Irarutu,” terang Tatuta.
Tatuta menambahkan bahwa dari kegiatan MTQ yang yang dilakukan di distrik Kaitaro ini masyarakat melihat ada dampak positifnya yang sangat besar bagi masyarakat Kaitaro.
“Dimana lewat kegiatan MTQ ini ada terobosan-terosan serta pembangunan iman bagi saudara-saudara kami yang muslim yang ada di Kaitaro.
Dimana di distrik Kaitaro ini ada 2 (dua) kampung yang penduduknya mayoritas muslim yaitu kampung Warga Nusa 1 dan Warga Nusa 2.
Sedangkan ada beberapa kampung yang mayoritas agama Kristen yaitu Suga, Tugurama 1 dan Tugurama 2. Sedangkan di kampung Sara itu ada 2 agama yaitu Nasrani dan Muslim.
Kami memiliki kesan tersendiri berkaitan dengan kegiatan MTQ dan baru pertama kali terjadi di wilayah kami dalam hal dari jumlah peserta yang datang memiliki jumlah yang banyak.
Masyarakat Kaitaro pertama kali menangani kegiatan sebesar ini awalnya kami tahu ada panitia yang menangani langsung kegiatan ini.
Tetapi karena ada panita yang mengalami kendala tidak bisa turun langsung kelapangan maka perintah langsung dari kepala distrik dan kepala kampung untuk mau tidak mau kita harus segera mengantisipasi hal yang tidak seperti biasanya.
Dalam jumlah orang yang banyak kemudian begitu terjadi situasi yang berkaitan dengan hal-hal teknis dalam penanganan peserta yang datang. Sedangkan kami masyarakat di sini dengan fasilitas pendukung yang terbatas kami melakukan banyak pertimbangan tetapi kami selalu berkoordinasi mencari solusi.
Contoh di hari pertama peserta yang datang begitu banyak dan kami akan memberikan dukungan dari segi akomodasi makan dan tempat tinggal kami sangat kewalahan.
Tetapi kami katakan semampu kita sediakan dan banyak mata yang datang pasti akan membantu kita dengan kondisi yang ada pasti ada jalan keluar.
Sehingga dari awal tidak ada apa-apa yang kami siapkan tetapi dengan kondisi yang ada kita berupaya mengatasi kondisi yang ada pada saat itu.
Setelah itu pada hari kedua mulai ada perkembangan dan ada masukan dari saudara-saudara kita dari luar sehingga kita merasa dengan kondisi yang ada kita bisa jalan mendukung kegiatan MTQ tersebut.
MTQ ini adalah merupakan momentum yang luar biasa bagi kami yang ada di Kaitaro ini sehingga apapun yang terjadi dengan kondisi yang ada pasti kita mendukung kegiatan ini.
Berkaitan dengan kegiatan MTQ ini ada beberapa hal yang memang secara tidak langsung pemerintah melakukan terobosan seperti pembangunan jalan, lampu jalan serta fasilitas-fasilitas dan insfrastruktur bangunan lain yang disiapkan untuk menunjang kegiatan MTQ.
Sehingga kami masyarakat Kaitaro menyampaikan terima kasih kepada pemerintah karena secara tidak langsung daerah kami Kaitaro akan berkembang,” pungkas Tatuta mengakhiri wawancaranya. (01-IP)