Views: 4
Telah Terjadi 9 Kasus KLB Malaria Di TMB Dan Saengga, Ini Upaya Dinkes Bintuni
BINTUNI, InspirasiPapua.id- Bebebrapa waktu lalu telah terjadi 9 (sembilan) kasus kejadian luar biasa (KLB) malaria di Tanah Merah Baru dan Saengga. Dimana dikatakan KLB apabila terjadi 3 sampai 5 kasus malaria. Dan ini upaya Dinas Kesehatan (Dinkes) Bintuni untuk menangani hal tersebut.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni Franky D. Mobilala, SKM, M.Kes mengatakan bahwa sewaktu dirinya waktu itu masih kepala seksi atau kepala bidang di P2P Dinas Kesehatan.
“Kasus malaria di Tanah Merah hampir kurang lebih 5 tahun sudah tidak ada dan kasus malaria yang ditemukan di sana menyebabkan terjadi KLB merupakan kejadian yang kedua setelah KLB pertama yang terjadi di Merdey.
Jadi di suatu daerah kalau ada 3 kasus sampai 5 kasus malaria maka daerah itu kita anggap KLB. Dimana menurut laporan para tenaga lapangan penanganan malaria bahwa kasus pertama ada 8 kasus malaria ditemukan dari tidak ada kasus makanya kita anggap ada KLB malaria di Tanah Merah distrik Sumuri.
Sehingga tim lapangan di sana turun 7 sampai 14 hari mereka mengadakan survey di Tanah Merah terhadap 1.510 orang untuk memastikan ada peningkatan kasus malaria atau tidak di sana dan ternyata di sana mereka temukan 9 kasus baru.

Yaitu 5 kasus baru malaria di Tanah Merah dan 4 kasus baru malaria di Saengga jadi total kasus baru ada 9 (sembilan) kasus malaria,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni Franky D. Mobilala SKM, M.Kes saat ditemui media ini di ruang kerjanya di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Teluk Bintuni belum lama ini.
Kepala Dinas Kesehatan itu juga mengatakan bahwa dengan terjadinya peningkatan kasus atau KLB di Tanah Merah dan Saengga distrik Sumuri telah dilakukan rapat lintas sektor antara kepala-kepala kampung, tokoh-tokoh agama, tokoh adat di sana bersama dengan pemerintah daerah yang diwakili Kepala Distrik Sumuri.
“Di Tanah Merah dan Tofoi masing-masing ada Puskemas dalam 1 distrik. Tetapi kepala distriknya berkedudukan di Tofoi. Sehingga di Tanah Merah dan Saengga kita libatkan tokoh-tokoh masyarakat.
Seperti kepala-kepala kampung untuk kita undang bersama-sama menurunkan angka kasus malaria yang ada di Tanah Merah maupun Saengga.

Dimana mereka melakukan rapat koordinasi sudah berjalan baik artinya penanganan malaria tidak mestinya orang Kesehatan.
Sehingga kita libatkan juga tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh adat untuk kita sama-sama menurunkan angka kasus malaria di Tanah Merah dan Saengga supaya menjadi 0 dan jangan ada kasus lagi di Tanah Merah maupun Saengga,” papar Mobilala.
Franky Mobilala juga mengatakan bahwa untuk menurunkan kasus malaria atau mengeliminasi malaria perlu kerja keras dimana dirinya baru saja mengikuti zoom metting dari Kementrian Kesehatan dengan Provinsi Papua Barat serta kabupaten Teluk Bintuni.
“Sebenanarnya kita mau menuju ke eliminasi malaria saya katakan ke orang Kementrian bahwa Teluk Bintuni terlambat eliminasi malaria seharusnya kita diluan. Dan eliminasi malaria bukan Sorong Selatan.
Dimana dalam zoom meting itu kita bertemu dengan pakar-pakar malaria di Indonesia yaitu dari Kementrian Kesehatan.

Seharusnya kita Teluk Bintuni eliminasi malaria pada tahun 2020 tetapi kita sudah molor sampai tahun 2023. Sehingga pada zoom meting itu kita merumuskan strategi-strategi bagaimana menurunkan angka malaria yaitu 1 per 1.000 penduduk kabupaten Teluk Bintuni.
Setelah zoom meeting yang kita lakukan itu selanjutnya kita akan lakukan rapat koordinasi dengan bidang bagaimana langkah-langkah selanjutnya untuk mengeliminasi malaria.
Dimana sudah ada beberapa poin penting yang diturunkan Kemenkes RI untuk kita jalankan. Mereka bantu kita agar secepatnya bisa eliminsi malaria.
Sehingga Teluk Biuntuni merupakan kabupaten kedua di Tanah Papua yang eliminasi malaria. Itu yang diharapkan oleh Kementrian Kesehatan. Dimana terkait hal itu kami minta keterlibatan yaitu kita harus buat semacam peraturan Bupati yang melibatkan semua unsur dan bukan hanya dinas Kesehatan saja. Kalau dinas Kesehatan lebih pada teknisnya.
Tetapi paling tidak ada keterlibatan dari dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat serta kita juga melibatkan kepala-kepala kampung oleh karena itu harus ada peraturan Bupati yang mengatur kita menuju eliminasi malaria.
Saya melihat peraturan Bupati sudah dibuat Kabag Hukum dan sudah ada sehingga payung hukum itu yang akan kita pakai untuk bagaimana kita bisa mempersiapkan Teluk Bintuni menuju eliminasi yang nantinya juga kita akan mengikuti aturan-aturan dari WHO atau pun Kementrian Kesehatan,” tuturnya.
Kepala Dinas Kesehatan itu juga menambahkan bahwa Kabupaten Teluk Bintuni diapit 8 kabupaten kota yaitu Fakfak, Kaimana, Sorong Selatan, Maybrat, Pengunungan Arfak, Teluk Wondama, Tambrauw dan Manokwari Selatan (Mansel).
“Sehingga malaria impor dari luar itu gampang masuk atau datang ke Bintuni itu mereka kita tidak cek atau screening dan mereka akhirnya menjadi sumber penularan bagi yang lain.
Maka untuk menuju eliminasi malaria di tahun 2023 seharusnya orang yang masuk ke Bintuni harus diperiksa.
Saya kasih contoh di perusahaan BP Tangguh itu sangat ketat sekali dimana setiap orang yang mau masuk ke LNG begitu turun dari speedboat langsung diperiksa di pos.
Kalau tidak ada malaria maka orang yang telah diperiksa tersebut dipersilahkan masuk LNG. Dan kita memiliki alat deteksi malaria yang cepat yaitu dalam waktu 10 sampai 15 menit kalau yang diperiksa ada gejala malaria langsung kita tahu.
Terkait pemeriksaan orang masuk ke Bintuni itu kalau lewat darat posnya kita buat di Botai dimana setiap orang yang masuk kita periksa kalau dia tidak ada malaria baru bisa masuk ke Bintuni.
Kasus lokal malaria kita sudah habiskan tetapi kalau kasus impornya datang itu juga tentunya menganggu kita.
Maka secara otomatis kita harus buat pos-pos di pintu masuk Bintuni untuk memeriksa orang yang masuk apa dia membawa parasit malaraia atau tidak. Karena parasit malaria yang ada dalam darah mausia itu yang harus kita hilangkan bukan nyamuknya,” pungkas Mobilala. (ahd-IP)