Bupati Bintuni Mengklarifikasi Dirinya Bukan Diperiksa Komnas HAM, Tetapi Dimintai Informasi
BINTUNI, InspirasiPapua.id- Bupati Teluk Bintuni, Ir.Petrus Kasihiw, MT merasa tidak nyaman dengan adanya pemberitaan di salah satu media nasional yang berjudul “Komnas HAM Periksa Bupati Teluk Bintuni Soal KKB Bantai Pekerja Jalan Trans Papua Barat”.
Selanjutnya Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw didampingi Kepala Kesbangpol Reinhard Maniagasi kemudian melakukan klarifikasi terkait berita yang dimuat media nasional tersebut, Jumat (07/10/2022) kepada wartawan ketika dirinya berada di Manokwari.
“Saya rasa perlu menjelaskan bahwa undangan yang disampaikan oleh Komnas HAM hanya meminta keterangan atau informasi dari Pak Kapolda, Bapak Gubernur, Pangdam, dan juga saya selaku Bupati Teluk Bintuni karena kejadiannya di Distrik Moskona Barat Kabupaten Teluk Bintuni.
Dan saya mau menegaskan bahwa saya bukan diperiksa Komnas HAM melainkan dimintai informasi atau keterangan yang diperlukan Komnas HAM untuk lebih memperjelas duduk persoalan tersebut.
Seharusnya Komnas HAM ke TKP. Tapi karena situasi dan kondisi, Komnas HAM mengundang saya untuk menyampaikan beberapa informasi terkait kejadian tersebut,” ungkap Bupati Teluk Bintuni Ir.Petrus Kasihiw, MT, Jumat (07/10/2022) dalam keterangan persnya yang disampaikan Kabag Humas dan Protokoler Pemkab Teluk Bintuni Ongen Pattykawa kepada wartawan di Bintuni.
Orang nomor satu di Teluk Bintuni itu juga mengatakan bahwa dirinya juga ditanya beberapa hal oleh Komnas HAM seperti bagaimana peran Pemda Bintuni setelah kejadian tersebut, dan bagaimana peran Pemda Bintuni dalam rangka mengantisipasi situasi atau kejadian.
“Saya sudah katakan bahwa daerah ini merupakan daerah yang berpotensi tindak kriminal oleh kelompok-kelompok tertentu, maka kita sudah tempatkan pos pengamanan di Distrik Moskona Barat.
Bahkan di kabupaten Maybrat juga melakukan hal yang sama termasuk kabupaten Tambrauw.
Namun kemungkinan itu terjadi dikarenakan kita tidak mungkin bisa mengontrol setiap saat suasana dan situasi di sana,” sebut Bupati.
Petrus Kasihiw juga menjelaskan bahwa aparat keamanan juga ada di sana tapi mereka tidak menyangka akan terjadi hal-hal seperti itu karena biasanya situasi landai-landai saja.
“Masyarakat juga biasanya menginformasikan kepada kami kalau ada hal-hal yang mencurigakan, tapi selama ini kan tidak ada sejak penempatan aparat di sana,” ungkapnya.
Kasihiw mengatakan, peristiwa penyerangan terjadi di lokasi kerja perusahaan CV Doreri Makmur, dimana proyek tersebut dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Papua Barat.
“Seharusnya, Pemprov melaporkan kepada Pemkab Teluk Bintuni, minimal pelaksana melapor kepada Bupati atau Kepala Dinas PUPR kabupaten bahwa ada kegiatan di Bintuni.
Awal pekerjaan proyek itu saya diberitahu. Namun setelah proyek jalan itu dilanjutkan saya sama sekali tidak disampaikan karena ada perbedaan aspirasi di sana ada yang setuju dan ada pula yang tidak setuju. Jadi saya tidak mengikuti lagi perkembangan proyek itu. Ternyata proyek itu jalan, cuma kami tidak diberitahu.
Seharusnya ketika ada proyek mereka melapor sehingga di sana ditempatkan aparat keamanan guna memberikan perlindungan bila sewaktu-waktu diperlukan.
Kita juga tidak bisa salahkan pihak keamanan karena kita juga tidak tau kalau proyek itu terlaksana dan akhirnya menimbulkan korban jiwa seperti itu,” papar Bupati.
Lebih jauh Bupati menjelaskan bahwa pihaknya telah memberikan perhatian terhadap korban. Hal ini terlihat hanya dalam satu hari, Kapolres dan Dandim bisa mengevakuasi semua jenazah dan korban berhasil membawanya ke Bintuni.
“Yang luka kita berikan pengobatan, yang meninggal diotopsi terus kita siapkan peti. Kemudian yang meninggal kita kirim ke Manokwari dan di sana disiapkan peti standar lalu dikirim ke keluarga di daerah asalnya masing-masing untuk di makamkan, itu yang kita lakukan,” ujarnya.
Petrus Kasihiw pun mengaku keberatan jika dikatakan diperiksa sehingga perlu mengklarifikasi dengan apa yang diberitakan oleh media nasional tersebut.
“Ini menjadi pembelajaran buat kita semua, dari pusat, dari provinsi, disampaikanlah kepada kami pemerintah di daerah. Secara tertulis dan juga bisa datang menyampaikan secara resmi agar kita bisa ikut memantau, dan tugas kita juga melakukan monitoring dan pengawasan. Informasi ini bisa kita sampaikan kepada pemerintah provinsi atau pusat,” terang Bupati.
Sebagai Kepala Pemerintahan di Kabupaten Teluk Bintuni, dirinya tentunya juga tidak menginginkan hal seperti itu terjadi karena menghilangkan nyawa manusia adalah pelanggaran HAM, serta sudah menyalahi aturan hukum yang ada di Negara Republik Indonesia.
“Itu Komnas HAM yang tau persis, apapun alasannya itu adalah pelanggaran HAM karena hak hidup manusia dicabut,” tegasnya.
Bupati Bintuni itu juga menyatakan telah berkonsultasi dengan Komnas HAM, dan mereka menyarankan agar dirinya melakukan upaya pendekatan persuasif dan tidak menggunakan pendekatan militer.
“Saya akan segera mengundang para tokoh-tokoh adat, tujuh suku, kepala distrik di lokasi-lokasi yang berbatasan, kepala kampung untuk kita mendialogkan model-model yang terbaik untuk melakukan pengawasan ataupun sosialisasi kepada masyarakat supaya jangan lagi hal-hal seperti itu terjadi,” kata Bupati Kasihiw. (01,02-IP)