Kuasa Hukum Pemkab Teluk Bintuni Yohanes Akwan ketika berdiskusi dengan Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw. IP-ISTKuasa Hukum Pemkab Teluk Bintuni Yohanes Akwan ketika berdiskusi dengan Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw. IP-IST
Bagikan berita ini
Views: 41
BINTUNI, InspirasiPapua.id- Papua dan Papua Barat yang kaya dengan sumber daya alam menjadi daerah yang paling miskin di Indonesia sehingga perlu dialog aksi percepatan pengentasan kemiskinan di Tanah Papua. Dimana dari 34 Provinsi di Indonesia, provinsi Papua berada pada urutan 34 dengan angka kemiskinan 26,56 berikut Papua Barat pada urutan ke 33 dengan angka kemiskinan 21,34 selanjutnya ada NTT diurutan 32 dengan angka kemiskinan sebesar 20,5 serta Maluku di urutan 31 dengan angka kemiskinan 15,97 diikuti provinsi Gorontalo diurutan 30 dengan angka kemiskinan 15,42.
“Selanjutnya diurutan ke 29 provinsi aceh dengan angka kemiskinan 14,64% (aceh yg memiliki sumber daya alam Migas) yang sudah puluhan tahun di kelolah masih tetap masuk sebagai sebagai provinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi dan bahkan masuk sebagai 10 provinsi di Indonesia yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi.
Kemudian yang jadi pertanyaan mengapa, daerah-daerah itu miskin, padahal adalah daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah ??.
Seperti Kabupaten Teluk Bintuni yang dikenal dengan daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam Migas, yang merupakan kabupaten yang dimekarkan dari Kabupaten Manokwari pada tahun 2002.
Diawal Pemekaran Teluk Bintuni sempat dijuluki sebagai daerah paling miskin di Papua Barat karena memiliki angka kemiskinan tertinggi dikisaran 54%.
Kalau kita lihat data seris dari BPS Papua Barat angka Kemiskinan Teluk Bintuni pada tahun 2010 turun dari 54% tahun 2005 menjadi 47,53 kemudian tahun 2015 turun menjadi 36,66 kemudian tahun 2021 turun menjadi 29,79 data itu menunjukkan ada trend penurunan dari tahun ke tahun dan setelah memasuki usia yang ke 19, Teluk Bintuni tidak lagi menyandang sebagai daerah paling miskin di provinsi Papua Barat, karena angka kemiskinannya berangsur-angsur mengalami penurunan dari 54% pada tahun 2005 menjadi 29,79 pada tahun 2021, ini menunjukkan sebuah kemajuan karena hampir seperdua dari angka kemiskinan dapat ditarik turun, melalui berbagai program pro rakyat yang dilaksanakan dari waktu ke waktu oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni,” ungkap Kuasa Hukum Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni Yohanes Akwan, SH, Kamis (27/10/2022) kepada wartawan atas Kemiskinan Ekstrim Teluk Bintuni di Bintuni.
Kuasa Hukum Pemkab Teluk Bintuni itu juga mengatakan bahwa hal yang sama terjadi pada Provinsi Papua yang terus bekerja keras untuk menurunkan angka kemiskinan tapi sampai saat ini masih yang tertinggi di Indonesia, diikuti oleh Provinsi Papua Barat yang berada pada urutan ke 33 atau tertinggi kedua di Indonesia setelah Papua.
“Membangun Papua dengan segala problemnya yang memiliki luas wilayah yang sangat besar, dengan karakteristik yang beragam mulai dari wilayah pegunungan yang terisolir dan daerah pantai yang juga memiliki kesulitan tinggi, sehingga menimbulkan gap atau gini rasio yang tinggi pula.
Kalau kita mengambil perbandingan antara DKI Jakarta yang memiliki luas sekitar 700 KM persegi mengelolah anggaran sekitar 75 Trilyun, bagimana dengan Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki luas 18.637 KM persegi atau 26 kalinya DKI Jakarta dengan anggaran sekitar 2 Trilyun, atau Surabaya yang memiliki luas hanya 326 KM persegi yang mengelolah sekitar 10,5 Trilyun.
Dimana membangun Kabupaten Teluk Bintuni yang memiliki luasan sekitar 18.637 KM sebagai kabupaten terluas di Papua Barat dengan karakteristik wilayah pegunungan sekitar 7 distrik, wilayah pesisir sekitar 11 Distrik dan wilayah perkotaan sekitar 6 Distrik, bukanlah hal yang mudah, bahkan dengan 14 kebijakan pembangunan pro rakyat mulai dari pendidikan yang digratiskan disemua tingkatan, kesehatan yang juga digratiskan disemua pelayanan bahkan sampai rujukan, pemberian bantuan pendidikan bagi mahasiswa/i yang mengikuti pendidikan di 33 kota studi di Indonesia dan 3 kota studi di luar negeri, program padat kerja yang dilaksanakan di 24 Distrik, bantuan modal usaha yang bergulir sejak tahun 2018.
Lalu pembangunan rumah bagi masyarakat, serta program lintas sektor bahkan masih banyak terobosan pembangunan yang dikakukan dari waktu ke waktu mulai dari Bupati di era Bapak Decky Kawab, di rra Bapak Alfons Manibuy dan beberapa bupati carateker sampai dengan Kepemimpinan Bapak Petrus Kasihiw sejak Tahun 2016 hingga saat ini.
Sebenarnya Teluk Bintuni menjadi salah satu daerah pemekaran yang memiliki banyak kemajuan, termasuk Indeks Pembangunan Manusia/IPM yang semakin meningkat menjadi 64,56 dan berada pada urutan ke 6 dari 13 kabupaten/kota di Papua Barat, angka kemiskinan yang semakin menurun di angka 29,79 walaupun masih lebih tinggi dibandingkan dengan angka kemiskinan Papua Barat yang berada di angka 21,34 persen, tapi penurunan ini harus diapresiasi karena kabupaten Teluk Bintuni sudah tidak menyandang sebagai daerah yang termiskin di Papua Barat karena posisinya berada pada urutan ke 9 dari dari 13 kab/kota di Papua Barat,” papar Akwan.
Advokad yang kesehariannya sebagai Direktur YLBH Sisar Matiti itu juga menjelaskan bahwa dengan adanya pandangan dari Bapak Penjabat Gubernur Papua Barat, mengapa daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah justru angka kemiskinannya masih tinggi, termasuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang menyandang sebagai Provinsi tertinggi kemiskinannya di Indonesia, bukanlah bagian yang harus diperdebatkan
“Tetapi kita harus sama-sama melihatnya sebagai sebuah sentilan yang harus kita jadikan cambuk untuk sama-sama dengan seluruh komponen di Tanah Papua untuk bersinergi dan berkolaborasi membangun dan mengejar ketertinggalan di berbagai aspek kehidupan.
Bapak Pj. Gubernur Papua Barat, mengatakan dimana letak kemiskinan? atau jangan-jangan masyarakat miskin itu sendiri yang belum beranjak dan bangkit untuk keluar dari lingkar kemiskinannya.
Pemerintah sendiri telah mempublish angka kemiskinan ekstrim dan bahkan menetapkan provinsi dan kabupaten/kota miskin ekstrim, khususnya di Papua Barat ada 5 (lima) kabupaten yang memiliki angka kemiskinan ekstrim tinggi yang harus dientaskan sampai tahun 2024.
Namun untuk tahun 2022 Pemerintah kembali mengumumkan Provinsi Kabupaten/Kota yang masuk kategori Miskin Ekstrim, dimana pada tahun 2021 Pemerintah menetapkan sekitar 7 Provinsi dengan 35 kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang dikategorikan sebagai daerah miskin ekstrim dan di tahun 2022 Pemerintah memperluas cakupan Provinsi dan Kabupaten Kota yang dikategorikan miskin ekstrim menjadi 212 kabupaten/kota di 25 provinsi.
Khusus di Papua Barat semua kabupaten/kota selain Kabupaten Kaimana dikategorikan daerah miskin ekstrim. Ini merupakan sebuah tantangan besar yang harus menjadi perhatian semua pihak, bukan hanya pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten kota di Papua Barat.
Tetapi semua pihak harus bergandengan tangan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan bukan hanya pemerintah daerah. Tetapi juga masyarakat yang terkurung dalam kemiskinan harus bangkit bergerak bersama-sama.
Karena yang menjadi persoalan utama kita di Teluk Bintuni adalah soal produktivitas kita yang masih rendah. Dengan demikian, kalau kita berhitung berapa banyak dana yang sudah digelontorkan ke kampung dan distrik, tahun 2021 misalnya ada sekitar 120 milyar dana kampung yang digulirkan, kemudian dana Alokasi untuk 24 Distrik kurang lebih sekitar 130-an milyar. belum lagi dana padat karya yang jumlahnya sekitar 28 Milyar Rupiah dan dan sektoral lainnya.
Yang mana dana-dana tersebut dikelolah langsung oleh masing-masing kampung dan distrik. Pertanyaannya apa yang keliru, mengapa Papua masih miskin?. Mungkin ini yang harus di dialogkan secara baik untuk menyusun rencana aksi percepatan pengentasan kemiskinan di Tanah Papua termasuk kabupaten Teluk Bintuni,” tutup Akwan. (01-IP)