Views: 0
BINTUNI, InspirasiPapua.id- Curah hujan yang cukup ekstrim terjadi beberapa bulan terakhir di Teluk Bintuni menjadi kendala bagi nelayan dalam melaksanakan aktifitas di laut yang tergantung pada situasi dan kondisi (Sikon) sehingga mereka beralih profesi sebagai petani.
Salah satu nelayan di kampung Banjar Ausoy ketika cuaca buruk beralih profesi sebagai petani yaitu Suryanto pria berusia 37 tahun warga jalur 7 (tujuh) Kampung Banjar Ausoy SP-4 distrik Manimeri yang kesehariannya berprofesi sebagai buruh tani dan nelayan saat di temui media ini dikediamannya mengungkapkan bahwa apabila cuaca normal selama 4 empat hari melaut mencari ikan dan kepiting atau karaka hany menghabiskan modal Rp. 1,5 juta dan apabila cuaca buruk atau tidak bersahabat dirinya bekerja sebagai petani menggarap sawah irigasi.
“Biasanya saat melaut kita menggunakan modal Rp. 1,5 juta sudah termasuk kebutuhan bahan makanan dan bahan bakar minyak. Adapun terkait pendapatan dari hasil melaut tidak menentu kadang kita dapat banyak dan adakalanya dapat sedikit itu semua tergantung dari perolehan rejeki masing-masing nelayan. Paling banyak hasil kepiting yang pernah saya peroleh hingga 100 kg kepiting.
Dan dari hasil tangkapan tersebut saya jual kepada salah seorang penampung kepiting dengan harga 10 hingga 50 ribu perkilo.
Untuk kepiting kategori kurang bagus (BS) biasanya kami nelayan jual dengan harga Rp. 10 ribu per kilo, sedangkan untuk kepiting yang kategori jumbo (bagus) bisa kami jual hingga Rp. 50 ribu per kilo,” ungkap Petani Nelayan Suryanto (37 thn), Senin (10/01/2022) warga jalur 7 (tujuh) Kampung Banjar Ausoy SP-4 distrik Manimeri saat diwawacarai media ini dikediamannya.
Suryanto juga mengatakan bahwa karena saat ini kondisi cuaca di Teluk Bintuni kurang mendukung maka dirinya memilih untuk istirahat melaut. Kemudian beralih profesi sebagai petani padi sawah di lahan irigasi yang bukan miliknya.
Dengan sistem bagi hasil bersama sang pemilik lahan bila sudah waktunya tiba masa panen. “Apabila dalam kondisi normal dalam satu tahun kami biasanya dapat memanen padi dua kali yaitu sebanyak kurang lebih 1 Ton dengan luas lahan setengah hektar. Dan hasuil panen tersebut selain untuk dikonsumsi sendiri ada juga yang kami jual.
Untuk sementara irigasi belum normal karena informasinya masih ada perbaikan maka sementara waktu kami masih pakai sistem lahan tadah hujan” terang pria yang sejak kecil sudah menjadi warga transmigrasi itu.
Suryanto juga mengatakan bahwa sudah sering kali pemerintah daerah membantu para petani. Dan baginya tidak berharap banyak dari pemerintah, yang terpenting pemerintah dapat membantu apa yang menjadi keluhan-keluhan kami sebagai petani kecil.
Sementara itu ditempat yang berbeda, Partiman petugas PPL Dinas Pertanian Kabupaten Teluk Bintuni di Kampung Banjar Ausoy SP-4 distrik Manimeri ketika diwawacarai mengatakan bahwa dikampung Banjar Ausoy terdapat enam kelompok tani. Yang terdiri dari dua kelompok tani sayur mayur dan palawija serta empat kelompok tani padi.
Luasan lahan sebenarnya banyak tapi yang difungsikan belum maksimal dari dulu. Dan pengolahan maksimal sekitar 80 hektare paling banyak. Namun yang sering kita olah sekitar 40-an hektare.
Kendala yang kita hadapi untuk petani padi terutama soal pengairan, tadinya sudah agak lancar namun iirgasi sudah jebol lagi. Tapi sekarang lagi proses perbaikan dan sepertinya sudah selesai.
Soal hasil pertanian atau panen padi petugas PPL membantu petani dengan membeli hasil dari petani. “Itu cuma bantu,” sebut Pak Partiman.
Selanjutnya, kata PPL itu bahwa hasil panen petani itu di tampung oleh Dinas Perindagkop Kabupaten Teluk Bintuni sampai musim ini. Namun pada bulan lalu terhambat karena dari Dinas Perindagkop agak lambat pengambilannya.
“Baru-baru ini Dinas Perindagkop juga ambil hasil petani dimusim ini. Tetapi sekarang tersendat. Baru-baru ini untuk bantuan-bantuan sosial itu diambil oleh Dinas Perindagkop dari petani sini, ” pungkasnya. (01-IP)