Pedagang Pinang Di Bintuni Menjamur Karena Pinang Laris Manis

Nampak Pedagang Pinang menjamur di Pasar Sentral Bintuni. (IP-IST)
Bagikan berita ini

Views: 11

BINTUNI, InspirasiPapua.id- Pedagang pinang di Bintuni menjamur bagai jamur yang tumbuh di musim hujan. Pasalnya pedagang memilih untuk berjualan piang karena banyak pembelinya dibandingkan dengan berjualan lainnya.

Penjual Pinang Ardi berjualan pinang serjak tahun 2007 tertarik berjualan pinang karena banyak pembelinya. (IP-IST)

Salah seorang pedagang pinang buah dan pinang kering Ardi yang ditemui media ini di Pasar Sentral Bintuni mengakui bahwa dirinya berjualan pinang karena dirinya melihat lebih menguntungkan dibanding berjualan lainnya karena warga masyuarakat Bintuni membeli pinang seperti membeli beras.

Dalam sebulan Ardi bisa memperoleh penghasilan hingga Rp. 2 juta. “Untuk pinang kering saya ambil dari agen pinang dari Manokwari lalu saya jual dengan harga Rp 85 ribu hingga 90 ribu per kilo.

Nampak penjual pinang La Musa tertarik berjualan pinang karena ikut teman-teman berjualan pinang. (IP-IST)

Pinang kering saya jual per tumpuk Rp 10 ribu sama dengan pinang buah juga Rp. 10 ribu sedangkan sirih saya beli dari Jayapura dibawa dengan kapal laut dan di sini saya jual per tuumpuk dengan harga Rp. 5 ribu.

Saya datang ke Bintuni dari Baubau pada tahun 2007. Tadinya saya mau berjualan  pakaian tetapi setelah melihat prospek penjualan pinang menguntungkan.

Pembeli pinang Siprianus Yerkohok mengkonsumsi pinang karena makan bagi orang Papua adalah budaya.(IP-IST)

Dan pembelinya setiap orang Papua datang setiap hari membeli pinang sirih dan kapur. Maka saya putuskan untuk berjualan pinang sejak itu,” kata Ardi mengenang saat dirinya mulai berjualan pinang pada tahun 2007 di Bintuni hingga sekarang.

Penjual pinang itu berpesan berjualan pinang harus memiliki kesabaran menanti pembeli biar hujan hingga  malam tetap berjualan pinang.

Salah satu penjual pinang Wa Uci sudah 4 tahun verjualan pinang di Pasar Sentral Bintuni. (IP-IST)

Sama halnya pedagang pinang lainnya yang ditemui yaitu La Musa mengatakan bahwa dirinya mengambil pinang kering dari Manokwari lalu menjualnya dengan harga Rp. 10 ribu per tumpuk atau Rp. 85 ribu per kilo sedangkan pinang yang sudah di sortir dan pinang ampasnya dia jual per kilo dengan harga Rp. 40 ribu.

Sedangkan pinang buah dirinya beli dari warga masyarakat Bintuni yang sudah menjadi langganan biasanya membawakan pinang. Lalu dirinya jual pertumpuk juga Rp. 10 ribu dan sirih per tumpuk juga Rp. 5 ribu.

Awalnya La Musa tertarik berjualan pinang karena ikut teman-temannya yang ramai berjualan pinang yang penghasilannya menjanjikan. “Satu bulan kami bisa memiliki penghasilan Rp. 1 juta hingga Rp. 2 juta.

Kemudian Wa Uci seorang ibu penjual pinang di Pasar Sentral Bintuni mengatakan bahwa dirinya sejak awal sudah berjualan pinang yang dilakoninya sudah 4 tahun lamanya.

Untuk pinang kering pertumpuk dijualnya dengan harga Rp. 10 ribu begitu pun dengan pinang buah juga dijajakannya Rp.10 ribu. Sedangkan pinang kering yang didatangkan dari daerah Sumatera dijualnya per kilo Rp. 85 ribu per kilo. Sedangkan pinang buah itu dirinya ambil dari SP. Dimana pemilik  pohon pinang sudah menjadi pelanggan kami.,” tuturnya.

Sementara salah seorang pembeli pinang Siprianus Yerkohok kepada media ini mengatakan bahwa makan pinang bagi orang Papua adalah suatu budaya.

“Pinang bagi kita orang Papua adalah makanan sehari-hari. Dan manfaatnya dapat menguatkan gigi dan jarang merasa gigi sakit dan juga makan pinang memberikan kesehatan serta meningkatkan daya tahan tubuh.

Dengan makan pinang ini dirinya sangat terbantu dalam menjaga kesehatan terutama kesehatan gigi dan tubuh,” ujarnya.

Pantauan media ini di Pasar Sentral Bintuni nampak puluhan pedagang pinang ramai menjajakan pinang kering, pinang buah serta buah sirih dan kapur. (IP-IST)

About Post Author

banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600 banner x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *